ribuan telinga yang mendengar
kau adalah hebat, tanpa cacat
kau kisah kesayangan
gadis kesepian
yang mendambakan kawan
juga kedamaian
kau adalah air
di kedalaman samudra
tenang tak beriak
tak terungkap
menyimpan kehidupan
kau api unggun membara,
berkobar meneriakkan
perlawanan, keberanian
beringas, tak mengancam,
tak kemana-mana
lalu kuingat matamu tajam,
dalam, menusuk, mengiris,
mengupas sampulku
berantakan
kau tatap aku dengan wibawa
hati yang luas, pedih terluka
menyibak persona
mengulur tangan
menawarkan pelukan
aku telanjang
tumbang ke tanah
muda, lemah, menyerah
kukutuk mata itu
bola cokelat tua, lembut,
hangat di dalam bingkai wajah
yang kini lelah,
tampak sayu,
redup menentramkan
aku takut mendekat
enggan merelakan ribuan masa
yang terbayar dengan
tegak berdirinya pagar kesendirian
atas nama kekuatan,
atas nama perlindungan
tapi kata-katamu jitu
cermat telaahmu membuatku
bak kontestan yang diamati,
dihakimi juri
sepenuhnya presisi
kau tumbuh dalam sepi
sunyi memupuk tangguhmu
diam adalah bahasamu
kutaruh diriku di luar sana
tembus pandang
dibelah dan dibedah
agar semua orang
melihat gamblang
unggulku, jatuhku
berhasilku dipuji,
gagalku dicaci
jangan lindungi aku
tapi siapa kau?
tak ada orang mengenalmu,
namamu hanya muncul
dari bibirku yang mengisahkanmu
penuh hormat, antusias, puas
tanpa diriku sendiri
tak sudi aku
mengirimkan surat cinta
berwarna merah muda
dengan semerbak wangi bunga
yang kuinginkan
adalah ketegangan,
tirani dan tensi
agar kau tunduk dan takluk
kuserukan padamu,
aku lebih baik darimu
aku lebih baik darimu
seraya berbisik
aku menginginkanmu
dan aku menyadari
kekalahan berpihak padaku
di kedalaman samudra
tenang tak beriak
tak terungkap
menyimpan kehidupan
kau api unggun membara,
berkobar meneriakkan
perlawanan, keberanian
beringas, tak mengancam,
tak kemana-mana
lalu kuingat matamu tajam,
dalam, menusuk, mengiris,
mengupas sampulku
berantakan
kau tatap aku dengan wibawa
hati yang luas, pedih terluka
menyibak persona
mengulur tangan
menawarkan pelukan
aku telanjang
tumbang ke tanah
muda, lemah, menyerah
kukutuk mata itu
bola cokelat tua, lembut,
hangat di dalam bingkai wajah
yang kini lelah,
tampak sayu,
redup menentramkan
aku takut mendekat
enggan merelakan ribuan masa
yang terbayar dengan
tegak berdirinya pagar kesendirian
atas nama kekuatan,
atas nama perlindungan
aku harus enyah
cinta membuat lemah
dengan lara aku berkawan
tapi kata-katamu jitu
cermat telaahmu membuatku
bak kontestan yang diamati,
dihakimi juri
sepenuhnya presisi
aku malu, tersipu,
terluka egoku
terluka egoku
kau tumbuh dalam sepi
sunyi memupuk tangguhmu
diam adalah bahasamu
penerimaan normamu
sementara aku
aku tumbuh dalam ramai
hingar bingar kota,
perlombaan raih kuasa,
aku tumbuh dalam ramai
hingar bingar kota,
perlombaan raih kuasa,
betapa tak adilnya
kutaruh diriku di luar sana
tembus pandang
dibelah dan dibedah
agar semua orang
melihat gamblang
unggulku, jatuhku
berhasilku dipuji,
gagalku dicaci
jangan lindungi aku
tapi siapa kau?
tak ada orang mengenalmu,
namamu hanya muncul
dari bibirku yang mengisahkanmu
penuh hormat, antusias, puas
tanpa diriku sendiri
tahu betul kisahmu
kau tersembunyi rapat
terlindung di kegelapan
di kolong kasurmu
tak pernah kudengar
seorang panglima,
kau tersembunyi rapat
terlindung di kegelapan
di kolong kasurmu
tak pernah kudengar
seorang panglima,
bukan penghianat,
mengibarkan bendera perang
kepada rajanya
yang ia hormati
maka sebagaimana aku,
kepada rajanya
yang ia hormati
maka sebagaimana aku,
jadilah kisah itu untukku
kau tahu itu
kau tahu itu
tak sudi aku
mengirimkan surat cinta
berwarna merah muda
dengan semerbak wangi bunga
yang kuinginkan
adalah ketegangan,
tirani dan tensi
agar kau tunduk dan takluk
kuserukan padamu,
aku lebih baik darimu
aku lebih baik darimu
seraya berbisik
aku menginginkanmu
dan aku menyadari
kekalahan berpihak padaku
No comments:
Post a Comment